Sistem pengupahan tenaga kerja panen mempertimbangkan banyak hal yang pada akhirnya ada keseimbangan yaitu pemilik perkebunan kelapa sawit dan pemanen kelapa sawit masing-masing tidak dirugikan. Dalam postingan ini saya ingin mengulas beberapa sistem pengupahan panen yang lumrah di jumpai dalam perkebunan kelapa Sawit.
Setiap sistem pengupahan mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing, penerapannya di dasarkan pada situasi dan kondisi di lapangan dengan mempertimbangkan win win solution antara pekerja dan pemberi kerja.
Pengupahan yang hanya mementingkan pemberi kerja maka tentunya tenaga kerja tidak akan mau bekerja atau kualitas kerja yang jelek, hal ini tentunya malah merugikan perusahaan. Sebaliknya jika upah terlalu tinggi juga kan membebani biaya perusahaan dan dapat membuat perusahaan bangkrut yang dirugikan juga kedua belah pihak, pekerja akan kehilangan pekerjaannya.
Pertimbangan pengupahan panen Kelapa Sawit
Beberapa hal yang harus kita ketahui untuk mempertimbangkan atau memperhitungkan besaran upah panen Kelapa Sawit yaitu :- UMP, besaran upah minimum di suatu daerah menjadi dasar atau landasan dalam perhitungan upah karena jika pendapatan tenaga kerja panen dibawah UMP setiap bulannya maka ini menyalahi aturan ketenaga kerjaan.
- Jam Kerja, jumlah jam kerja yang diperlukan tenaga kerja untuk mencapai upah minimum tidak boleh melebihi jumlah jam kerja yang diatur dalam peraturan ketenaga kerjaan yaitu 40 jam per minggu.
- Skill, memanen kelapa Sawit tidak hanya mengandalkan otot atau kekuatan namun juga memerlukan keahlian atau keterampilan tidak semua orang mampu melakukan pekerjaan ini maka hal ini harus diberikan nilai tambah.
- Lokasi, lokasi perkebunan juga menjadi pertimbangan semakin jauh lokasi dari keramaian seperti sekolah, pasar dan pelayanan kesehatan maka biaya hidup tentunya akan semakin mahal karena tingginya harga bahan pokok dan biaya hidup lainnya.
Sistem harian
Sistem ini mengacu pada ketentuan jam kerja dan besaran UMP, yaitu pemanen harus bekerja setiap harinya 7 jam kerja dan 5 jam kerja pada hari pendek dengan besaran upah sesuai UMP. Sistem ini tidak melihat prestasi atau out put tenaga panen.Penerapan sistem ini biasanya pada areal yang sulit atau ekstrim, yang mana pemanen sulit memenuhi target dari sistem lainnya. Seperti contoh di areal kami bekerja terdapat satu areal yang terdampak pertambangan sehingga kondisi areal menjadi berlumpur maka sistem ini dapat dijalankan.
Kelemahan sistem ini yaitu biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan lebih tinggi dan tidak stabil jika prestasi pemanen tinggi maka biaya akan rendah dan jika prestasi rendah maka biaya per kilo gram menjadi tinggi. Dan bagi tenaga panen sistem ini pun kurang menarik karena pendapatan mereka tidak lebih dari besaran UMP.
Sistem basis atau semi borong
Basis dalam kamus bahasa Indonesia adalah dasar atau asas, sedangkan pada sistem panen basis panen adalah target yang harus di capai oleh seorang Pemanen. Apapun sistem basisnya tetap mengacu pada target ton per HK per hari, semakin tinggi TMnya maka ton / ha / hk semakin tinggi pada awal TM di kisaran 0,8 ton / HK hingga maksimal prestasi pemanen di kisaran 1,5 - 1,8 ton per HK. Dengan dasar prestasi tersebut menjadi acuan besarnya basis.Basis ini dapat dibagi menjadi :
- Basis Janjang
Yaitu target yang harus dicapai oleh pemanen didasarkan kepada jumlah janjang atau TBS yang harus di panen. Pada basis janjang perhitungan basisnya yaitu jumlah prestasi (ton/HK) / bjr, contoh 0,8 ton per hk / 5 kg per janjang maka basis janjangnya adalah 160 jjg / HK. Penentuan ini dilakukan di awal tahun.
- Basis Tonage
Yaitu basis yang di dasarkan pada tonage atau prestasi pemanen di ukur dari tonage yang di dapat pemanen. Besaran tonage yang harus di capai oleh seorang Pemanen sebagai penjelasan di basis Janjang yaitu di setiap perkebunan berbeda-beda dan semakin tinggi seiring bertambahnya usia tanaman.
Bagaimana cara menghitung tonage yang didapat Pemanen ?
- Ditimbang di lapangan, ada perkebunan yang menerapkan sistem ini. Keuntungan dari sistem ini hasil timbang lapangan akan menjadi pembanding hasil timbang di PKS.
- Perkalian BJR dan Jumlah Jannjang di Panen, BJR yang digunakan dapat ditentukan di depan atau awal bulan dengan memakai BJR bulan lalu per blok nya. Atau juga bisa menggunakan BJR hari itu dari hasil timbang TBS di kirim ke PKS.
- Basis Hektar/Luasan
Basis luasan umumnya diberlakukan saat kondisi buah trek atau sedikit, pemanen akan kesulitan untuk mencapai basis Janjang maupun basis Tonage. Prmanen yang telah memanen dalam luasan tertentu maka dianggap telah mencpai basis, adapun luasan yang harus dicpai oleh Pemanen umumnya 4 - 5 ha per pemanen.
Jika pemanen mampu mencapai basis maka pemanen akan menerima upah :
- Upah harian sebesar UMR / 25
- Premi basis
- Premi kutib brondolan
- Premi lebih basis, jika janjang di panen melebihi dari basis.
Sistem Borong Murni
Dalam sistem borong murni dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
- Sistem Borong Janjang
Upah dihitung dari perkalian jumlah Janjang di kali Rp./Janjang. Harga per janjang ditentukan didepan dengan memperhatikan BJR pada suatu block atau tahun tanam.
- Sistem Borong Tonage
Perhitungan upah dihitung dari perkalian jumlah janjang di kali BJR kemudian di kali harga per Kg. Sebagaimana dalam sistem basis tonage BJR dapat menggunakan BJR block bulan lalu atau BJR pada hari itu dari hasil timbang PKS.
Kesimpulan
- Perhitungan upah mempertimbangkan jam kerja, UMR, Skill dan Lokasi perkebunan kelapa sawit.
- Setiap sistem pengupahan panen kelapa sawit mempunyai kelemahan dan kekurangan oleh karena itu penerapannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi perkebunan dengan mempertimbangkan win win solution yaitu antara pemilik perkebunan kelapa sawit dan pekerja / pemanen kelapa sawit tidak ada yang dirugikan.
- Pada sistem harian dan basis fluktuasi biaya lebih dinamis atau turun naik.
- Dan pada sistem borong biaya cenderung flat atau datang dalam satu tahun anggaran sehingga biaya lebih mudah dikontrol.
Berbagi itu asyik.
Comments
Post a Comment